BPJS Ketenagakerjaan - BPJamsostek BPJS Ketenagakerjaan - BPJamsostek EN
  • Informasi Kepesertaan
    • Penerima Upah
    • Bukan Penerima Upah
    • Jasa Konstruksi
    • Pekerja Migran Indonesia
  • Cara Klaim
  • Berita
  • Tentang Kami
  • Informasi Publik
    • Laporan Pengelolaan Program
    • Laporan Terintegrasi
    • Good Governance
    • Peraturan-Peraturan
    • TJSL
    • E-PPID
  • Kontak
Penerapan Tata Kelola Penerapan Tata Kelola
  • Governance
  • Risk
  • Compliance
  • Control

Governance

a Board Manual

Hubungan kerja Dewan Pengawas dan Direksi dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip dasar:

  1. Dewan Pengawas menghormati tanggung jawab dan wewenang Direksi dalam mengelola BPJS Ketenagakerjaan
  2. Direksi menghormati tanggung jawab dan wewenang Dewan Pengawas untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat terhadap kebijakan pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan
  3. Hubungan antara Dewan Pengawas dengan Direksi merupakan hubungan yang bersifat formal kelembagaan menurut tata kerja atau sistem administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  4. Dewan Pengawas berhak memperoleh data dan informasi tentang BPJS Ketenagakerjaan secara akurat, lengkap dan tepat waktu untuk ditelaah Direksi bertanggungjawab atas akurasi, kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data dan informasi BPJS Ketenagakerjaan kepada Dewan Pengawas
  5. Dalam menjalin hubungan secara formal kelembagaan, Direksi dan Dewan Pengawas sesuai dengan fungsinya masing-masing mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan usaha BPJS Ketenagakerjaan dalam jangka panjang yang tercermin pada :
    1. Terpeliharanya kesehatan keuangan BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    2. Terpenuhinya pelaksanaan tata kelola yang baik yang meliputi pengendalian internal (internal control) dan manajemen risiko;
    3. Terlindunginya kepentingan para pemangku kepentingan secara wajar;

Board manual merupakan pedoman bagi Dewan Pengawas dan Direksi yang bertujuan untuk:

  1. Menjadi landasan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kerja terkait etika, hak dan kewajiban masing – masing organ;
  2. Meningkatkan kualitas dan efektivitas hubungan kerja antar organ;
  3. Berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik:
    1. Transparency
    2. Accountability
    3. Responsibility
    4. Indepedency
    5. Fairness
    6. Predictability
    7. Participation
    8. Dynamism

Dengan Board Manual dalam hubungan kerja antara Dewan Pengawas dan Direksi maka semua kegiatan BPJS Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara harmonis dengan mengacu kepada prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

BPJS Ketenagakerjaan memiliki Peraturan Dewan Pengawas dan Peraturan Direksi tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Board Manual menekankan kepada:

  1. Prinsip-prinsip dasar hubungan Dewan Pengawas dan Direksi;
  2. Etika jabatan;
  3. Rapat Gabungan;
  4. Akses data dan informasi:
  5. Hak, kewajiban, tanggung jawab dan larangan bagi Dewan Pengawas dan Direksi
  6. Saran, nasihat dan pertimbangan Dewan Pengawas kepada Direksi
  7. Rencana strategis, rencana kerja dan anggaran tahunan
  8. Audit eksternal
  9. Laporan kepada Presiden

b Pakta Integritas

Pakta Integritas Direksi BPJS Ketenagakerjaan

Pakta Integritas Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

c Kode Etik

Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan merupakan sekumpulan norma atau nilai yang diyakini oleh Insan BPJS Ketenagakerjaan sebagai suatu standar perilaku berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika kerja. Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan harus dipatuhi oleh seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan.

Fungsi Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan

  1. Sebagai panduan bagi seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya secara profesional dan bertanggungjawab.
  2. Sebagai panduan bagi Insan BPJS Ketenagakerjaan dalam melakukan interaksi dengan pihak lain.
  3. Sebagai panduan berperilaku guna terjaganya citra, martabat, integritas dan indepedensi dalam menjalankan tugas.

Kode Etik BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari

  1. Kode Etik Organ BPJS Ketenagakerjaan
  2. Kode Etik dan Perilaku Karyawan BPJS Ketenagakerjaan yang mencerminkan nilai budaya BPJS Ketenagakerjaan yaitu Iman, Ekselen, Teladan, Harmoni, Integritas, Kepedulian dan Antusias

Nilai Budaya BPJS Ketenagakerjaan

Iman

Insan BPJS Ketenagakerjaan berimaan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bekerja sebagai ibadah untuk memberikan manfaat dan nilai bagi pekerja, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Ekselen

Insan BPJS Ketenagakerjaan selalu bersikap profesional, inovatif, dan bersungguh-sungguh dalam mengupayakan hasil terbaik untuk memberikan manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan lingkungan.

Teladan

Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa memulai dari dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan norma, etika dan peraturan yang berlaku sehingga dapat menjadi contoh (role model) bagi lingkungan sekitarnya.

Harmoni

Insan BPJS Ketenagakerjaan mampu membangun kerjasama, keselarasan dan mengutamakan keberhasilan bersama.

Integritas

Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa dapat menjaga amanah, jujur, satu dalam kata dan perbuatan, dapat dipercaya, serta berkomitmen untuk patuh pada norma dan peraturan yang berlaku.

Kepedulian

Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa peduli pada peserta, lingkungan kerja, dan organisasi sehingga ikut merasa bertanggungjawab dan secara tulus berpartisipasi aktif untuk membawa kemajuan organisasi.

Antusias

Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa bekerja dengan sukacita, proaktif, serta bersemangat dalam melaksanakan pekerjaan.

d Sistem Manajemen Anti Penyuapan

BPJS Ketenagakerjaan menjalankan seluruh kegiatan pengelolaan program jaminan dan pengelolaan dana amanah jaminan sosial ketenagakerjaan dengan prinsip kehati- hatian serta tata kelola yang baik (good governance). Salah satu upaya yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan adalah melalui sertifikasi ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.

BPJS Ketenagakerjaan telah mengimplementasikan ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan pada proses bisnis investasi dan kepesertaan. Mengingat dana kelolaan di BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir tahun 2021 mencapai Rp 553,5 triliun dan luasnya cakupan kepesertaan dimana sampai pada tahun 2021 jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan tercatat hingga 30,66 juta orang. Sehingga membuat BPJS Ketenagakerjaan sadar akan adanya celah-celah atas risiko penyuapan dalam pengelolaannya yang harus dimitigasi.

Setelah menjalani proses sertifikasi Sistem Manajemen Anti Penyuapan sesuai dengan standar internasional dan juga BSN, BPJS Ketenagakerjaan telah memperoleh sertifikat ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan pada bulan Januari 2022. BPJS Ketenagakerjaan secara konsisten akan menerapkan standar Sistem Manajemen Anti Penyuapan melalui Kebijakan Anti Penyuapan kepada seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan dengan prinsip 4 FIGHTs: Fight Bribery, Fight Gratification, Fight Fraud, Fight Luxuries Hospitality.

Sistem Manajemen Anti Penyuapan

Sertifikat Sistem Manajamen Anti Penyuapan Proses Bisnis Investasi

Sertifikat Sistem Manajamen Anti Penyuapan Proses Bisnis Kepesertaan

Risk

a Manajemen Risiko

  1. Dalam Peraturan Direksi tentang Kebijakan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan dijelaskan antara lain:
    • Kebijakan Manajemen Risiko disusun sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan tata kelola lainnya dalam pengelolaan Badan.
    • Kebijakan Manajemen Risiko disusun dengan mengacu kepada ISO 31000:2018 Risk Management-Guidelines (SNI 8615:2018 Manajemen Risiko-Pedoman) yang berasas pada penciptaan dan perlindungan nilai.
    • Kebijakan Manajemen Risiko berorientasi pada upaya untuk mengakarkan budaya pengelolaan risiko dalam merealisasikan kinerja Badan yang bertumbuh dan berkelanjutan sehingga mampu memenuhi kewajiban sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah diamanatkan.
    • Kebijakan Manajemen Risiko secara berkala akan ditinjau keberadaan dan statusnya untuk memastikan peran dan fungsinya dalam memberikan jaminan yang memadai terhadap keefektifan perencanaan, penerapan dan pengendalian strategi pengelolaan Risiko secara terpadu serta selaras dengan peta jalan strategis Badan.
  2. Kategori risiko yang ditetapkan dan dikelola di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan adalah:
    • Risiko Strategis
    • Risiko Operasional
    • Risiko Fraud
    • Risiko Reputasi
    • Risiko Hukum
    • Risiko Kepatuhan
    • Risiko Teknologi Informasi
    • Risiko Likuiditas
    • Risiko Solvabilitas
    • Risiko Pasar
    • Risiko Kredit

    Risiko yang teridentifikasi dinilai tingkat risikonya berdasarkan kemungkinan keterjadian dan potensi dampak yang ditimbulkannya di dalam Peta Risiko (Risk Map).

  3. Peran pengelolaan Risiko di BPJS Ketenagakerjaan mengacu pada Model Tiga Lini

    Model ini digunakan BPJS Ketenagakerjaan untuk membantu mengidentifikasi peran dan tanggung jawab masing-masing lini dalam membantu pencapaian tujuan dan memfasilitasi tata kelola dan manajemen risiko yang kuat. Peran pengelolaan Risiko di Badan terbagi atas:

    • Peran Dewan Pengawas
    • Peran Direksi
    • Peran unit kerja lini pertama sebagai pemilik proses bisnis
    • Peran unit kerja lini kedua sebagai penyedia dukungan terkait pengelolaan risiko kepada lini pertama
    • Peran unit kerja lini ketiga sebagai pengawas internal
    • Peran Penyedia Asurans Eksternal (external assurance provider)
  4. Key Risk Indicator (KRI)

    Key Risk Indicator (KRI) adalah ukuran yang digunakan unit kerja dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai indikator pemberitahuan dini (early warning) atas peningkatan eksposur risiko pada suatu aktivitas, kegiatan dan/atau sasaran.

Compliance

a Internal: Pengendalian Kecurangan, Pengendalian Gratifikasi, LHKPN

Pengendalian Kecurangan / Fraud Control System (FCS)

Untuk mencegah terjadinya kecurangan (fraud) dalam penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), serta dalam rangka penerapan tata kelola yang baik (Good Governance) maka Direksi BPJS Ketenagakerjaan membuat Sistem Pengendalian Kecurangan (Fraud Control System).

Fraud Control System merupakan sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik untuk mencegah & menangkal, mendeteksi, dan menindak kejadian berindikasi fraud. BPJS Ketenagakerjaan sendiri mendefinisikan fraud sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja, untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program jaminan sosial ketenagaker dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/ atau ketentuan BPJS Ketenagakerjaan yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara dalam hal ini Aset BPJS Ketenagakerjaan dan Aset Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Manajemen berkomitmen tidak memberikan toleransi adanya tindakan fraud (zero fraud tolerance) di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan dan akan menindak atau memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan BPJS Ketenagakerjaan.

Untuk melakukan pengelolaan kegiatan pengendalian fraud di BPJS Ketenagakerjaan dibentuk Unit Pengendalian Fraud. Unit Pengendalian Fraud diketuai oleh Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum terdiri dari Unit Kerja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan atribut Fraud Control System dan unit kerja terkait lainnya.

Implementasi Fraud Control System dilakukan dengan mengembangkan sistem pengendalian yang dirancang secara spesifik dalam upaya pencegahan, pendeteksian, dan penindakan kejadian berindikasi fraud, dengan ditandai adanya 10 atribut-atribut Fraud Control System:

Atribut 1, Kebijakan Anti Fraud yang terintegrasi;

Dipenuhi dengan tersedianya Peraturan Direksi yang mengatur mengenai Pengendalian Kecurangan.

Atribut 2, Struktur Pertanggungjawaban Pengendalian Fraud;

Dipenuhi dengan dibentuknya Unit Pengendalian Fraud, dengan diketuai Deputi Direktur Bidang Kepatuhan dan Hukum.

Atribut 3, Penilaian Risiko Fraud dalam hal ini disebut sebagai Fraud Risk Assessment;

Atribut 4, Kepedulian Karyawan atas Kejadian Fraud;

Dilakukan sosialisasi yang berkelanjutan kepada seluruh karyawan, sejak Diklat Persiapan Kerja hingga Diklat Tingkat Advance untuk karyawan yang akan menduduki jabatan Level 1, pembentukan Tunas Integritas di seluruh unit kerja BPJS Ketenagakerjaan, pembentukan Penyuluh Anti Korupsi dan Ahli Pembangun Intergitas yang tersertifikasi LSP KPK.

Atribut 5, Kepedulian Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan Masyarakat atas Kejadian Fraud;

Peserta dan masyarakat dapat melaporkan kejadian fraud yang terjadi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan melalui Whistleblowing System (WBS).

Atribut 6, Sistem Pelaporan Kejadian Fraud;

Aplikasi pelaporan adanya indikasi fraud dapat diakses https://wbs.bpjsketenagakerjaan.go.id/

Atribut 7, Perlindungan kepada Pelapor;

Manajemen berkomitmen untuk melindungi semua upaya partisipasi karyawan, peserta, dan masyarakat yang menyampaikan kejadian fraud.

Atribut 8, Prosedur Investigasi;

Dipenuhi dengan adanya pedoman prosedur standar investigasi terhadap fraud oleh Satuan Pengawas Internal dan prosedur pemeriksaan oleh Deputi Direktur Bidang Human Capital.

Atribut 9, Penindakan dan Pengungkapan kepada Pihak Eksternal;

Pelaporan kepada pihak eksternal atau aparat penegak hukum dilakukan sesuai dengan persetujuan Direktur Utama Ketenagakerjaan atas dasar Laporan Hasil Audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal.

Atribut 10, Standar Perilaku dan Disiplin Karyawan

Dipenuhi dengan dibuatnya Peraturan Direksi BPJS Ketenagakerjaan mengenai Kode Etik dan Manajemen Kepegawaian.

Pengendalian Gratifikasi

Untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang bersih dari korupsi dan demi terselenggaranya pengelolaan sistem jaminan sosial nasional yang transparan dan akuntabel, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk melakukan pengendalian gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai bentuk komitmen dalam pengendalian gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan, Direktur Utama dan Ketua Dewan Pengawas secara bersama-sama dengan Pimpinan KPK telah menandatangani komitmen anti-korupsi pada tanggal 16 September 2016. Komitmen Bersama Pencegahan Korupsi Terintegrasi ini mencakup beberapa hal, di antaranya Komitmen BPJS Ketenagakerjaan dengan didukung KPK untuk mengembangkan Sistem Integritas Nasional dengan pendekatan budaya kerja dan spirit memakmurkan negeri serta penerapan pengendalian gratifikasi dalam mencegah dan memberantas korupsi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai bentuk komitmen lainnya, seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan diwajibkan untuk melaporkan segala bentuk penerimaan, dan penolakan dari pihak yang memiliki benturan kepentingan. Untuk memudahkan dalam melakukan pelaporan gratifikasi, manajemen telah menyediakan sarana pelaporan melalui aplikasi yang dapat diakses secara online oleh seluruh Insan BPJS Ketenagakerjaan.

Tidak hanya digunakan untuk melaporkan gratifikasi, tetapi juga fraud serta benturan kepentingan.

Dalam rangka meningkatkan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi melalui gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) yang berfungsi melaksanakan sosialisasi, analisisa, pelaporan, monitoring, sosialisasi dan evaluasi implementasi pengendalian Gratifikasi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan kepada KPK.

Sebagai bentuk achievement atas upaya yang telah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam melakukan pengendalian gratifikasi, BPJS Ketenagakerjaan mendapat penghargaan sebagai lembaga dengan UPG terbaik pada tahun 2017, 2018, dan 2020.

LHKPN

Merupakan sebuah komitmen bersama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana demi mendukung gerakan anti-korupsi, anti fraud dan anti gratifikasi, BPJS Ketenagakerjaan melakukan penguatan Sistem Integritas BPJS Ketenagakerjaan melalui Wistleblowing System, Unit Pengendalian Gratifikasi, Unit Pengendalian Fraud, Unit Pelayanan Pengaduan, Pelaporan Benturan Kepentingan, Pelaporan LHKPN, Kode Etik dan Nilai Budaya untuk memastikan tidak ada kesempatan korupsi di internal ataupun dengan pihak ekstemal.

Dengan ditandatanganinya komitmen pencegahan korupsi terintegrasi antara Direktur Utama, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, maka KPK mendukung penuh BPJS Ketenagakerjaan dalam membangun Sistem Integritas Nasional di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.

Dasar Hukum

- UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
- UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- PER KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana telah diubah dengan PER KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Per KPK Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
- PERDIR/24/092021 Tentang Pedoman Pengelolaan Laporan harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.

LHKPN sebagai Kewajiban Penyelenggara Negara

Sebagai wajib lapor, Penyelenggara Negara berkewajiban untuk:

  1. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat;
  2. Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat/promosi, selama menjabat, dan mengakhiri masa jabatan; dan Mengumumkan harta kekayaannya.

Jenis Laporan LHKPN

Unit Pengelola LHKPN BPJS Ketenagakerjaan

b Eksternal : Pengawasan dan Pemeriksaan

Kewenangan BPJS Ketenagakerjaan

Undang-undang 24 tahun 2011

Sasaran

Pengawasan dan Pemeriksaan

Kode Etik

Petugas Pemeriksa

Penjabaran

Peraturan BPJS Ketenagakerjaan
Nomor 01 Tahun 2014

Tentang Tata Cara Pengawasan dan Pemeriksaan Atas Kepatuhan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

Pasal 2 Kewenangan BPJS Ketenagakerjaan

  1. BPJS Ketenagakerjaan berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan dalam menyelenggarakan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
  2. Pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin:
    1. kepatuhan atas kewajiban Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dalam mendaftarkan dirinya dan pekerjanya, memberikan data dirinya dan pekerjanya beserta perubahannya secara lengkap dan benar; dan
    2. kepatuhan atas kewajiban setiap orang, selain pemberi kerja, dan Pekerja untuk mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya, dan memberikan data dirinya dan anggota keluarganya beserta perubahannya secara lengkap dan benar.
  3. Pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Petugas Pemeriksa terhadap Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, dan Pekerja.

Pasal 5 Tugas dan Fungsi Petugas Pemeriksa

  1. Petugas Pemeriksa bertugas melaksanakan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan untuk menjamin kepatuhan Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja dan Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), atas pemenuhan kewajiban pendaftaran, penyampaian data pekerja, data upah/penghasilan beserta perubahannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
  2. Pengawasan dan pemeriksaan kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
    1. kepatuhan untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan; dan
    2. b. data dirinya dan pekerjanya secara lengkap dan benar yang meliputi:
      1. data Pekerja berikut anggota keluarganya yang didaftarkan sesuai dengan data Pekerja yang dipekerjakan;
      2. data upah yang dilaporkan sesuai dengan upah yang diterima Pekerja;
      3. data kepesertaan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan; dan
      4. perubahan data ketenagakerjaan yang meliputi:
        1. alamat perusahaan;
        2. kepemilikan perusahaan;
        3. kepengurusan perusahaan;
        4. jenis badan usaha;
        5. jumlah pekerja;
        6. data pekerja dan keluarganya;
        7. perubahan besarnya upah setiap pekerja; dan
        8. data lainnya terkait penyelenggaraan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
  3. Pengawasan dan pemeriksaan kepada Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja dan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
    1. kepatuhan untuk mendaftarkan dirinya dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan; dan
    2. pelaporan data dirinya dan keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaan, meliputi:
      1. data penghasilan yang dilaporkan sesuai dengan penghasilan yang diterima;
      2. jenis pekerjaan yang dilakukan;
      3. data anggota keluarga yang didaftarkan harus sesuai dengan data yang sebenarnya.
      4. data kepesertaan dalam program jaminan sosial harus sesuai dengan penahapan kepesertaan;
      5. perubahan data dirinya dan keluarganya yang meliputi:
        1. alamat rumah;
        2. jenis pekerjaan; dan
        3. jumlah anggota keluarga.

Pasal 6 Wewenang Petugas Pemeriksa

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa berwenang untuk:

  1. meminta keterangan atau klarifikasi atas informasi ketidakpatuhan kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, dan Pekerja;
  2. memeriksa dokumen terkait dengan kepesertaan dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang meliputi:
    1. data diri Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara;
    2. data Pekerja dan anggota keluarganya;
    3. data upah dan pembayaran iuran;
    4. data program yang diikuti;
    5. perubahan data ketenagakerjaan; dan
    6. data lain terkait penyelenggaraan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
  3. meminta Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara atau petugas yang ditunjuk untuk mendampingi selama Pemeriksaan Lapangan berlangsung; dan
  4. menetapkan besarnya denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, dan Pekerja yang tidak mematuhi kewajiban setelah mendapatkan teguran tertulis kedua.

Pasal 7 Hak Petugas Pemeriksa

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa berhak:

  1. memasuki tempat kerja, kantor, perusahaan, bangunan dan/atau rumah yang diduga digunakan sebagai tempat menjalankan usahanya;
  2. meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk melakukan penegakan hukum sesuai tugas dan wewenangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. meminta bantuan kepada instansi Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memberikan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu bagi Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja dan Pekerja yang telah diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua, serta denda;
  4. melakukan monitoring atas pelaksanaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf c Pasal ini; dan
  5. meminta bantuan kepada pegawai pengawas ketenagakerjaan pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat dalam hal Petugas Pemeriksa mengalami hambatan Pemeriksaan Lapangan.

Pasal 8 Kewajiban Petugas Pemeriksa

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3), Petugas Pemeriksa wajib:

  1. membuat dan menyampaikan laporan tertulis hasil pemeriksaan kepada Kepala Unit Kerja Pengawasan dan Pemeriksaan;
  2. menyiapkan teguran tertulis pertama atau kedua yang ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dan diketahui oleh Kepala Unit Kerja Pengawasan dan Pemeriksaan, dalam hal THP lapangan tidak ditindaklanjuti oleh Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja dan Pekerja; dan
  3. merahasiakan hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui dalam rangka Pemeriksaan.

Control

a Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh pimpinan dan seluruh karyawan dalam organisasi, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan yang meliputi:

  1. Efektifitas dan efisiensi operasional;
  2. Keandalan pelaporan;
  3. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Internal BPJS Ketenagakerjaan adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan.

Sistem Pengendalian Internal terdiri atas 5 komponen sebagai berikut:

  1. Lingkungan Pengendalian
  2. Penilaian Risiko
  3. Aktivitas Pengendalian
  4. Informasi dan Komunikasi
  5. Pemantauan/Pengawasan (Monitoring)

Dalam rangka memastikan sistem pengendalian internal telah memadai dan berfungsi dengan baik, maka BPJS Ketenagakerjaan membentuk Satuan Pengawas Internal.

Satuan Pengawas Internal adalah aparat pengawasan internal BPJS Ketenagakerjaan yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.

Satuan Pengawas Internal merupakan bagian dari BPJS Ketenagakerjaan yang senantiasa harus melakukan aktivitas atau tugas yang dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi BPJS Ketenagakerjaan.

Peran Satuan Pengawas Internal adalah mendukung manajemen BPJS Ketenagakerjaan dengan melaksanakan kegiatan operasional dalam bentuk:

  1. Kegiatan Asuransi,
  2. Kegiatan Konsultansi,
  3. Kegiatan Penilaian (assessment),

Dalam menjalankan peranan tersebut Satuan Pengawas Internal memiliki Kode Etik sebagai pedoman perilaku bagi seluruh karyawan Satuan Pengawas Internal. Kode Etik Satuan Pengawas Internal BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

  1. Integritas
  2. Objektivitas
  3. Kerahasiaan
  4. Kompetensi
  5. Independensi
  6. Akuntabel
  7. Profesional

Wewenang Satuan Pengawas Internal sebagai unit yang independen sebagai berikut:

  1. Memperoleh informasi dari seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan;
  2. Mengalokasikan sumber daya Satuan Pengawas Internal, menentukan fokus, ruang lingkup, dan jadwal pengawasan serta menerapkan teknik yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pengawasan;
  3. Mendapatkan saran dan nasihat dari tenaga profesional (tenaga ahli), pihak ketiga jika dipandang perlu;
  4. Menyampaikan laporan kepada, dan berkomunikasi dengan Direktur Utama

b Whistleblowing System

WhistleBlowing System adalah aplikasi yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan bagi Anda yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan BPJS Ketenagakerjaan.

WBS merupakan salah satu sarana bagi setiap pejabat/pegawai BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak internal maupun masyarakat luas pengguna layanan BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak eksternal untuk melaporkan dugaan adanya pelanggaran dan/atau ketidakpuasan terhadap pelayanan yang dilakukan/diberikan oleh pejabat/pegawai BPJS Ketenagakerjaan.

Beberapa tujuan dari WBS adalah sebagai berikut :

  1. Mengatasi kelemahan akibat Pelanggaran dengan mendorong peran aktif karyawan dan pihak eksternal untuk menyampaikan Pelaporan Pelanggaran.
  2. Menciptakan iklim yang kondusif dan mendorong pelaporan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan/atau non keuangan.
  3. Memudahkan manajemen untuk menangani secara efektif laporan pelanggaran dan melindungi kerahasiaan identitas pelapor.
  4. Membangun sistem perlindungan terhadap Pelapor Pelanggaran.
  5. Meningkatkan efektifitas tata kelola, pengendalian internal dan kinerja karyawan maupun badan.
  6. Mendukung penerapan nilai budaya dan kode etik.
  7. Monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas proses bisnis.
  8. Meningkatkan reputasi BPJS Ketenagakerjaan.

Ruang Lingkup Whistleblowing System (WBS):

  1. Korupsi
  2. Kolusi
  3. Suap
  4. Nepotisme
  5. Kecurangan
  6. Pelanggaran prinsip standar akuntansi keuangan
  7. Asusila
  8. Benturan kepentingan
  9. Penyalahgunaan asset
  10. Pelanggaran kode etik

Unit Integritas terdiri dari :

  1. Penanggung jawab : Direktur Human Capital dan Umum
  2. Ketua : Kepala Satuan Pengawas Internal
  3. Anggota dan koordinator sekretariat Unit Integritas : Asisten Kepala SPI Bidang Strategi, Tata Kelola, dan Kerjasama Pengawasan
  4. Anggota : Deputi Bidang Kepatuhan dan Hukum
  5. Anggota : Deputi Bidang Human Capital
  6. Anggota : Sekretaris Dewan Pengawas

Mekanisme Pengaduan

Laporan pelaporan pelanggaran dapat disampaikan melalui 2 mekanisme kepada Unit Integritas, yaitu:

  1. Pelaporan Pelanggaran tidak langsung disampaikan melalui Website.
  2. Pelaporan Pelanggaran langsung disampaikan kepada Unit Integritas.
Call Center BPJamsostek
  • Ikuti Kami
logo-twitter
  • Aplikasi
  • EPS
  • Perisai
  • e-Procurement
  • Mitra Pusat Layanan
    Kecelakaan Kerja
  • WBS
  • Karir
  • Kalkulator Perencanaan Keuangan
  • Manfaat Tambahan
  • Rusunawa
  • Perumahan Pekerja
  • Loker Disabilitas
  • Promosi & Pers
  • Promo
  • Siaran Pers
  • Lainnya
  • Struktur Organisasi
  • Formulir
  • F.A.Q
  • Pengadaaan Barang & Jasa
Call Center BPJamsostek
  • Ikuti Kami
logo-twitter

Copyright © 2021 BPJS Ketenagakerjaan. All Rights Reserved

Selamat Datang di
Layanan Chat TanyaBPJAMSOSTEK
Logo BPJS Ketenagakerjaan Baru

Hey there! Any question?
Hello!
20m ago
Hey! Would you like to talk sales, support, or anyone?
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.
Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book.
Where can I get some?
The standard chuck...
There are many variations of passages of Lorem Ipsum available
Just now, Not seen yet
  • Hats
  • T-Shirts
  • Pants
Mohon Tunggu
Hai Sahabat, Saya Jessi!
Jika butuh informasi, klik di sini.
Chat Icon